Minggu, 13 September 2015



Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat Rosmaya Hadi mengatakan, kendati survei lembaganya mendapati perekonomian Jawa Barat melambat, nominal transaksi keuangan masih tinggi. “Di Bandung, padahal ekonomi sedang lambat, tapi kami catat perkembangan sistem pembayaran ini untuk RTGS (Real Time Gross Settlement) saja Rp 57,8 triliun pada bulan Mei 2015,” kata dia di Bandung, Rabu, 24 Juni 2015.

Rosmaya mengatakan, transaksi dengan nonimal lebih kecil lewat sistem kliring sepanjang Mei 2015 di Kota Bandung tercatat Rp 10,2 triliun dengan warkat sebanyak 292.837 lembar. “Tadi kembali kenapa kok ekonomi lambat tapi perputaran uangnya tinggi,” kata Rosmaya.

Sementara daa transaksi di seluruh mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATIM) di Kota Bnadung yang jumlahnya 3.019 mesin sepanjang Triwulan 1/2015 tecatat 3,25 juta transaksi dengna nominal Rp 7,7 triliun. Di periode yang sama, transaksi ritel memanfaatkan mesin EDC di Kota Bandung mencapai 1,25 juta transaksi dengan nomial Rp 1,5 trilun.

Rosmaya mengaku, Bank Indonesia sedang meneliti soal ini. Dia menduga, perputaran uang yang tinggi ini salah satunya dipicu oleh faktor banyaknya turis yang mengunjungi Bandung yang mendongkrak transaksinya.”Tapi dari sisi perekonomian memang kita melemah, ini sedang kita teliti mengenai daya beli,” kata dia.

Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dikerjakan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat pada Triwulan 1/2015 menunjukkan pelambatan dibandingkan Triwulan IV/2014. Pelambatan itu berpengaruh pada pelambatan penjualan properti residensial. Salah satunya tercermin pada penurunan laju penyaluran KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) yang menjdi sumber pembiayan utama konsumen membeli rumah.

Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Bara Wahyu Ari Wibowo menduga,penyebab pelambatan itu salah satunya karena konsumen memilih menahan konsumsinya. “Terindikasi di DPK (Dana Pihak Ketiga) perbankan naik,” kata dia di Bandung, Rabu, 24 Juni 2015.

Bank Indonesia mencatat, posisi penyaluran kredit bank pelapor yang berdomisilidi Jawa Barat posisi April 2015 Rp 282,4 triliun. Sementara dana masyarakat, DPK perbankan posisi April 2015 lebih tinggi yaki Rp 321 triliun. Pertumbuhan DPK di Jawa Barat tercatat 8 persen, kendati pertumbuhan penyaluran kredit masih lebih tinggi yakni 11,4 persen.

Biro Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada 2014 mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada 2013 tercatat 6,33 persen, sementara pada 2014 hanya 5,07 persen. Namun, "Jawa Barat masih di atas pertumbuhan ekonomi nasional 5,02 persen," kata Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Jawa Barat Ade Rika Agus di Bandung, Kamis, 5 Februari 2015.

BPS mendapati sumber pertumbuhan di Jawa Barat masih terjadi pada semua lapangan usaha. Tertinggi ada pada lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 17,47 persen, disusul jasa kesehatan dan kegiatan sosial 15,78 persen, lalu jasa pendidikan 14,43 persen.

Sedangkan dominasi struktur lapangan usaha justru ada pada industri pengolahan 43,57 persen, perdagangan 15,24 persen, serta pertanian 8,72 persen. "Ketiga lapangan usaha dominan itu justru termasuk yang terendah laju pertumbuhan ekonominya," kata Rika.

Laju pertumbuhan industri pengolahan di Jawa Barat, misalnya, pada 2014 hanya 5,11 persen. Melambat dibandingkan pada 2013 sebesar 7,19 persen. Sepanjang 2013, misalnya, laju pertumbuhan tertinggi ada pada sektor jasa keuangan menembus 12,88 persen, tapi pada tahun 2014 melambat menjadi 4,12 persen.

BPS mencatat, khusus pada kuartal IV tahun 2014, ekonomi Jawa Barat tumbuh 5,46 persen dibandingkan kuartal III. Pertumbuhan terjadi pada semua lapangan usaha, kecuali pengadaan listrik dan gas, pertanian, serta pertambangan yang mengalami pertumbuhan minus. Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi 18,47 persen, disusul jasa kesehatan 16,96 persen serta pendidikan 16,02 persen.

Pada sisi pengeluaran, pertumbuhan terjadi pada semua komponen. Pengeluaran konsumsi pemerintah masih paling tinggi 13,55 persen, disusul pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 10,16 persen. Struktur ekonomi dari sisi pengeluaran di Jawa Barat masih dominan untuk konsumsi rumah tangga, diikuti PMTB dan konsumsi pemerintah. "Distribusi pengeluaran seluruhnya masih untuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar